.::Pengumuman Hasil Try Out IMAGO Simultan Nasional 2015::.

Pelemahan KPK Jilid II

imago.or.id - Setelah sekian lama menghilang dari wacana publik, kini kasus Anggodo Widjojo kembali mencuat dengan membawa kabar yang membelalakkan khalayak umum. Bagaimana tidak, ditengah diskursus pergulatan isu makelar kasus serta tindakan korupsi pajak oleh Gayus Tambunan, tiba-tiba Anggodo diberitakan bebas dari hukuman. Hal ini setelah putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Senin (19/4) lalu, yang memenangkan Anggodo Widjojo. Sontak saja, hasil tersebut menjadi angin sejuk yang masuk direlung kegelisahan Anggodo selama ini.

Di balik kabar gembira bagi Anggodo sebenarnya telah menjadi ancaman sekaligus momok yang mengintai duet fenomenal Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan Candra M. Hamzah. Ancaman yang membayangi kedua tokoh besar di KPK itu, semakin jelas ketika Hakim Nugroho Setyadi memerintahkan kejaksaan untuk melimpahkan perkara Bibit-Chandra ke pengadilan. Melihat kenyataan seperti itu, ada benarnya juga analisis publik yang mengatakan langkah tersebut merupakan tindakan yang dipakai guna untuk melemahkan tubuh KPK jilid II.

Persepsi itu, kian kuat dengan sikap Anggodo yang menggugat kejaksaan atas dikeluarkannya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) terhadap Bibit dan Chandra. Anggodo menilai tindakan yang diambil kejaksaan dalam mengeluarkan SKPP atas Bibit-Chandra sangat kurang logis. Memang alasan sosiologis masyarakat sebenarnya tidak bisa dijadikan sebagai pertimbangkan hukum. Namun, langkah yang sudah terlanjur diputuskan oleh hakim kejaksaan sebenarnya telah menawarkan solusi di tengah kemelut yang terjadi saat itu.

Berangkat dari kerangka pergolakan perselisihan tanpa ujung itulah, setidaknya titik central dari apa yang menjadi anggapan publik terkait nalar kritis publik yang mengatakan, semata-mata ini hanya dalam rangka melemahkan dan meruntuhkan KPK jilid II. Cukup jelas kiranya, jika babak baru jilid II konflik rivalitas antara Anggodo dengan Bibit-Chandra akan kembali bergulir. Indikasi ini dipengaruhi terkait sejarah perjalanan hubungan kasus Anggodo vs KPK yang selalu mengalami pasang-surut yang tak menentu.

Flash Back Konflik

Jika dibaca ulang, akan nampak sekali dinamika rivalitas Anggodo lawan KPK merupakan hal yang sangat serius. Terhitung pada 6 Juli 2009, Antarasi melaporkan dugaan suap di KPK ke Polda Metro Jaya. 15 Juli 2009, Anggodo Widjojo dan Ary Mulyadi membuat pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp 5,1 miliar ke pimpinan KPK. Selang 12 hari berikutnya pada 27 Juli 2009, Ary Muladi, Eddy Sumarsono, dan Anggoro menjalani pemeriksaan di Mabes Polri terkait dugaan suap pimpinan KPK.

Beberapa bulan berikutnya, 23 Oktober 2009, transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di media masa. Kondisi tersebut menjadi puncak yang paling menegangkan atas rivalitas Anggodo dengan KPK. Usai keruwetan yang pelik itu, pada 4 November 2009, Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor Wantimpres dan merekomendasi tiga hal, yaitu penangguhan penahan Bibit dan Chandra, pembebas tugasan Susno, dan penahan Anggodo. Di Mabes Polri, Anggodo tidak ditahan dan meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25 WIB

Memasuki tahun 2010, Anggodo datang memenuhi panggilan KPK untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan percobaan penyuapan dan menghalangi penyidikan yang sedang dilakukan oleh KPK. Hingga 14 Januari, KPK akhirnya menetapkan Anggodo sebagai tersangka dan ditahan. Hampir mencapai klimaksnya 24 Maret, Anggodo yang diwakili kuasa hukumnya RB Situmeang mengajukan praperadilan terhadap SKPP yang diterbitkan Kejari Jaksel dalam perkara Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Dan akhirnya pada 19 April kemarin Majelis Hakim PN Jakarta Selatan memenangkan gugatan praperadilan SKPP kasus Bibit-Chandra di PN Jakarta Selatan yang diajukan oleh Anggodo (Seputar Indonesia 20/4).

Perjalanan singkat kasus Anggodo dengan KPK, khususnya Bibit-Chandra di atas menggambarkan bagaimana pola dinamika hubungan yang berkembang telah diwarnai unsur intrik-mengintrik yang berkontinyu dan masif. Sadar atau tidak hal ini telah menyeret semua elemen bangsa ini untuk ikut andil dalam menyelesaikan persoalan yang teramat krusial ini. Masalahnya dengan menangnya Anggodo dalam putusan hakim 19/4 lalu ada hal yang merasa sangat janggal.

Kejanggalan itu, semakin terasa ketika Anggodo, lagi-lagi mengajukan banding dan melakukan penuntutan terhadap Wakil KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Dari spekulasi yang coba dilakukan Anggodo, memang indikasi untuk melumpuhkan gerak KPK lewat penuntutan Bibit-Chandra memperlihatkan geliatnya. Rasionalnya, ketika ada seseorang melempar batu ke arah kita, tidak mungkin kita tidak bereaksi. Jelas kita akan bereaksi dan berusaha membalas dengan melempar batu juga. Menurut Emil Durkhem dalam konsep teori sosiologinya mengatakan dalam ritme kehidupan manusia, ada aksi ada reaksi.

Dan ini yang sesungguhnya ingin dipertontonkan Anggodo saat ini. Bagaimanakah drama perjalanan siklus rivalitas KPK (Bibit-Chandra) dengan Anggodo? Semuanya masih menjadi tanda tanya besar, selain itu bebagai kemungkinan bisa saja terjadi disini tanpa disadari. Pasca kemenangan Anggodo dalam sidang praperadilan, seakan kejanggalan demi kejanggalan menjadi kabut misteri. Lantas, akankah ini akan jadi awal yang baik bagi keberlangsungan KPK, ketika disisi lain para pembesar KPK yakni Bibit dan Chandra, jusru dihadapkan pada lubang curam yang digali Anggodo.

Oleh: M. Romandhon MK, Direktur Lembah Kajian Peradaban Bangsa (LKPB) Fak. Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 

Partner campus jogja

ugm amikom uny uii

Partner campus jogja

uin suka akprind imago uty

Partner campus jogja

umy aajy usd upnyk