.::Pengumuman Hasil Try Out IMAGO Simultan Nasional 2015::.

IMAGO Bukan Generasi Apatis

Hari ini generasi muda banyak disorot oleh generasi tua. Generasi muda dianggap hidup dalam zaman yang serba nyaman, dimana kita diberi banyak fasilitas kemudahan sehingga kita tumbuh menjadi generasi yang tidak terbiasa bekerja keras, mudah menyerah dan suka melempar tanggung jawab. Generasi muda masa kini dianggap sebagai generasi hedonis yang obrolannya seputar musik, film atau pacaran dan hal-hal yang orientasinya pada kesenangan. Maka tak jarang generasi muda masa kini dianggap sebagai generasi yang kurang peka terhadap lingkungan sekitar, hanya mengeluh dan protes, kurang memberikan sumbangsih.

Media memang sangat gencar dalam mempertontonkan hedonisme yang telah mampu mempengaruhi banyak remaja menjadi pemuda yang hanya memikirkan bagaimana caranya bersenang-senang, tanpa mempedulikan lingkungan sekitar. Media saat ini juga banyak mempertontonkan tontonan yang kurang mendidik bagi generasi muda. Generasi Alay ataupun Cuek mungkin itu sekarang yang melekat pada sebagian besar remaja masa kini. Mungkin beberapa diantara kita masih ada yang heran: Kenapa kita harus susah payah mengupayakan sesuatu? Susah payah membantu orang lain. Mengapa selalu saja ada orang yang merasa harus peduli dengan lingkungan sekitar? Mengapa ada begitu banyak orang yang kehilangan begitu banyak waktu hanya untuk menyampaikan apa yang diyakininya (baca: aspirasi)?   

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) yang mendefinisikan remaja dalam dua kategori yaitu adolescence, adalah periode kehidupan pada usia 10 sampai 19 tahun dan youth adalah periode kehidupan pada usia 15 sampai 24 tahun. Sehingga mereka yang disebut orang muda (young people) adalah mereka yang berusia 10-24 tahun. Sehingga disini kita dapat sepakati bersama jika pada batasan usia inilah seseorang akan tercapai kematangan mental, pribadi dan sosial, walaupun kematangan biologis mungkin sudah terjadi lebih awal pada usia belasan tahun. Kita tidak akan bahas mendalam tentang ini, namun marilah kita tata ulang pola pikir (maindset) kita agar tidak salah menyikapi kedewasaan itu sendiri. So, what to do?

Selanjutnya, dalam hal ini jika kita mendefinisikan generasi muda dalam tingkatan pendidikan maka kita dapat menjumpai sebutan siswa dan mahasiswa. Dimana siswa itu adalah ia yang sedang menempuh studi dalam jenjang SD, SMP maupun SMA se-derajat. Sedangkan mahasiswa adalah sebagian kecil dari generasi muda Indonesia yang mendapat kesempatan untuk mengasah kemampuannya di Perguruan Tinggi. Mahasiswa yang seringkali disebut-sebut sebagai ujung tombak harapan bangsa, tentunya sangat diharapkan menimba ilmu, mendapat manfaat yang sebesar-besarnya dalam pendidikan agar kelak mampu menyumbangkan kemampuannya untuk memperbaiki kualitas bangsa ini. Mahasiswa yang merupakan bagian dari kaum intelektual muda diharapkan mampu menyuarakan hak-hak rakyat yang belum pulih sepenuhnya dari krisis yang dialami pada akhir abad ke-20. Maka dalam hal ini, tentu harusnya kita telah bisa memposisikan diri : kita yang masih memegang label siswa atau mengaku nama sebagai mahasiswa?

Hal ini lah yang seringkali diabaikan oleh rekan-rekan mahasiswa saat ini. Status mahasiswa telah diterima, namun jiwa sebagai mahasiswa dengan beban moral mahasiswa yang belum sepenuhnya dipahami. Maka, siapakah diri anda hari ini? Masih mau menyandang status siswa atau kah siap memangku beban moral mahasiswa?

Hari ini mahasiswa tentunya telah mengenal berbagai wadah aspirasi untuk mengekspresikan skill-nya. Sebut saja itu organisasi, unit kegiatan mahasiswa atau yang biasa di sebut (UKM) bahkan komunitas-komunitas yang memfasilitasi bakat dan minat anggotanya. Bahkan pihak universitas pun sangat terbuka dengan kegiatan-kegiatan mahasiswa yang dapat menunjang soft skill. Sedangkan pada daerah kita telah mengenal Ormada (Organisasi Mahasiswa Daerah).


Dimana pada kabupaten Bojonegoro sendiri kita telah mengenal sebuah paguyuban yang bernama, IMAGO Ikatan Mahasiswa Bojonegoro-Yogyakarta yang selanjutnya disingkat dengan sebutan IMAGO. Ini hadir sebagai sebuah organisasi maupun keluarga. Suatu wadah yang menampung aspirasi mahasiswa putera daerah asal Bojonegoro, wadah untuk mempererat tali persaudaraan, bersatu padu berkarya untuk Bojonegoro. Sebuah organisasi yang berlandaskan rasa senasib sepenanggungan, serta satu ikatan daerah asal. Bila diibaratkan, maka IMAGO itu bagaikan seorang ibu yang senantiasa berusaha mengayomi anak-anaknya, menjaganya hingga membuatnya selalu nyaman dan kembali untuk rumahnya.


Bicara mengenai IMAGO maka tak akan lepas dengan yang namanya kontribusi. Kegiatan IMAGO sepenuhnya berorientasikan pada kegiatan pengabdian. Sebut saja, briefing, Try Out, debat kontes, baksos, Kunjungan Desa Wisata, Saling Sapa Ormada, dan lain sebagainya. Tidak hanya kegiatan formal saja, namun ada pula kegiatan yang orientasinya untuk menjaga kesolidan internal. Kegiatan ini berupa refreshing bareng, makrab, upgrading, futsal, badminton dan lain sebagainya. Eksternal dan internal, dua hal ini lah yang menjadi landasan keseimbangan suatu organisasi. Tidak bisa hanya condong salah satu. Eksternal yang baik namun tidak diimbangi dengan internal yang baik maka sebuah organisasi akan pincang. Dan sebaliknya internal yang baik namun tidak diimbangi dengan eksternal maka sebuah organisasi akan diam di tempat dan tidak berkembang.


IMAGO menjadi sebuah organisasi sosial, dan banyak yang mengatakan bahwa organisasi sosial itu non profit. Disinilah hambatan yang seringkali dihadapi oleh IMAGO. Ketika suatu pergerakan terbentur oleh inkonsistensi anggota untuk turut aktif dalam tiap kegiatan IMAGO. Banyak alasan hingga inkonsistensi ini terjadi, mulai dari jadwal perkuliahan, praktikum yang semakin padat, laporan maupun kegiatan ekstra lainnya yang lebih benefit. Hal inilah yang patut diperhatikan oleh para stake holder IMAGO agar memaksimalkan fungsi penjagaan dalam keanggotaan. Sehingga yang akan menjadi PR bagi generasi IMAGO yakni, bagaimana mengemas suatu organisasi sosial agar lebih benefit dan menarik bagi anggotanya?

Bukan hanya komitmen dari segelintiran pengurus (sebut : PH), namun menjadi tanggung jawab bagi kita bersama. Bangkitlah wahai saudaraku! Jadilah pemuda yang peduli dengan keadaan sekitarnya, yang bisa memberikan sumbangsih pada IMAGO khususnya serta Bojonegoro pada umumnya. Keberlangsungan IMAGO adalah tanggung jawab yang dipikul oleh segenap anggota IMAGO.

Berjuang bukanlah sesuatu yang rumit, ia hanya butuh :
  1. Keikhlasan Niat. Dari awal, niatkan semua usahamu karena Allah semata. Jangan sampai sampai ada niat untuk pamer, agar dipuji dan dianggap pintar oleh orang lain.
  2. Berlandaskan Rasa Cinta. Salah satu landasan utama seorang insan dalam beramal dan beraktivitas adalah rasa cinta. Tidaklah seorang insan melakukan suatu amal perbuatan melainkan karena dia mencintai mala perbuatan tersebut. Maka cintailah IMAGO.
  3. Metode yang hikmah. Tiap orang memiliki perspektif yang berbeda. Ada yang bisa langsung menerima kebenaran, ada juga yang baru mau menerima bila didebat dahulu. Karenanya kita harus pintar melihat perspektif setiap orang dan jangan memaksakan perpektif kita terhadap seseorang.

Kita saat ini berada pada masa yang paling produktif bagi seorang manusia. Masa di saat kekuatan fisik dan kecerdasan akal mencapai puncaknya. Sebagai seorang mahasiswa, kita membawa harapan besar bagi masyarakat, bagi umat. Masa ini adalah beban moral mahasiswa yang akan dimintai pertanggungjawabannya, sehingga sangat disayangkan jika kita menyia-nyiakan masa muda kita begitu saja. Marilah kita isi masa-masa sebagai mahasiswa ini dengan kepedulian untuk lingkungan sekitar kita, agar kehidupan kita menjadi lebih baik. Masih maukah kau peduli? --> IMAGO        


Oleh : Himawan Akhmadin Saputra (Mahasiswa Perikanan, UGM 2010)

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 

Partner campus jogja

ugm amikom uny uii

Partner campus jogja

uin suka akprind imago uty

Partner campus jogja

umy aajy usd upnyk