.::Pengumuman Hasil Try Out IMAGO Simultan Nasional 2015::.

Ical Dan Sejarah Baru Golkar

imago.or.id - Setelah sempat mengalami kericuhan selama berlangsungnya Musyawarah Nasional (Munas) di Pekanbaru, Riau 5-8 Oktober lalu, akhirnya partai Golkar memutuskan Aburizal Backrie (Ical) yang keluar sebagai sang juara. Ini artinya selama lima tahun kedepan roda pemerintahan partai berlambang pohon beringin berada dibawah arahan nahkoda Ketua Umum terpilih, Ical. Terpilihnya Ical sebagai Ketua Umum Golkar menggantikan Jusuf Kalla merupakan sejarah baru bagi partai Golkar untuk menatap dan memantapkan geraknya dalam kancah politik nasional.

Disadari atau tidak, naiknya Ical dalam jabatan tahta tertinggi di internal Golkar sangat menentukan masa depan organisasi politik ini, untuk selalu bisa eksis dalam pertarungan politik yang semakin sengit nan rumit ini. Entah mau dikemanakan arah politik pohon beringin itu berjalan, sepenuhnya berada ditangan Ical. Tapi yang jelas, segala tumpuan persoalan yang sedang mendera PartaiGolkar, mau tak mau harus mampu diselesaikan dengan rapi dan tuntas.

Inilah yang sesungguhnya menjadi “PR” bagi Ical sebagai Ketum baru Golkar. Karena, selama ini Partai Golkarlah satu-satunya organisasi politik di negeri ini yang mengalami goncangan psikologi terberat, dibanding lembaga-lembaga politik lainnya. Sebut saja seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kaitannya dengan ini, pasca sejarah kelam masa Orba, seolah partai yang terlahir dari rahim politik Soeharto ini semakin “termarjinalkan” keberadaanya. Sehingga, tak salah jika Partai Golkar kini dihadapkan pada fase baru dalam pemulihan stimulasi politik.

Kondisi semacam inilah yang menuntut Partai Golkar untuk selalu mampu berdiri kokoh serta membentengi diri dari serangan para rival-rival politiknya di kancah politik nasional. Setidaknya pepatah “sedia payung sebelum hujan” sangatlah relevan terhadap kondisi yang terjadi di internal Golkar saat ini. Mengingat, betapa luas dan besar persoalan yang harus dihadapi dan diselesaikan. Ical dengan jabatan barunya kali ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Lewat tangan sang saudagar inilah harapan Partai Golkar untuk mengulangi masa-masa kejaannya diserahkan.

Beroposisi Atau Berkoalisi?

Tersirat berita dari berabagi media massa, usai terpilihnya Aburizal Backri menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar, menyatakan bahwa Ical panggilan akrab Aburizal Backri langsung bertandang ke kediaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Entah, ada misi apa dalam kunjungan Ical ke rumah SBY. Apakah ini sebagai langkah awal dalam spikulasi politik Ical untuk menyelamatkan masa depan Golkar dengan menyatakan ingin berkoalisi atau pun justru sebaliknya? Bahwa Golkar menginginkan beroposisi? Semuanya masih berada dalam bayang-bayang semu.

Keputusan Partai Golkar dibawah pimpinan Ical, untuk berkoalisi masih belum bisa dipastikan. Masalahnya option yang harus ditentukan Golkar antara oposisi dan koalisi sangatalah dilematis. Sebab, disatu sisi jika Golkar memilih berkoalisi, hal ini justru hanya akan membuat reputasi serta kredibiltas partai berlambang pohon beringin menjadi kerdil dimata rival politik terbesarnya, yakni SBY dan Partai Demokratnya. Bila koalisi tetap saja ngotot dilakukan Golkar tidak menutup kemungkinan, ini hanya akan semakin melanggengkan kekuatan politik SBY.

Pasalnya, bila semua partai yang ada, menyatakan untuk ikut koalisi dengan SBY termasuk juga Partai Golkar? Justru ini membuat SBY dan Demokratnya bisa berbuat semaunya sendiri termasuk bersikap otoriter dalam memerintah. Jika hal ini benar sungguh sangat menghawatirkan. Sebab tidak ada satu pun partai yang menjadi oposisi SBY.

Akantetapi, terlepas dari itu, ada benarnya juga, jika Golkar memilih berkoalisi. Masalahnya, pasca berakhirnya masa jabatan kepresidenan SBY, ini bisa dijadikan sebagai starting point (kesempatan emas) untuk Golkar mencalonkan kandidatnya guna menjadi presiden RI. Karena setelah masa jabatan 2009-2014 selesai, SBY sudah tidak bisa lagi mencalonkan diri. Namun, terkait dengan hal itu, bila ditinjau dari konsep “politik terselubung” yang coba dimainkan Golkar, sangatlah kecil sekali peluangnya, dan jelas ini bukanlah solusi serta pilihan yang cerdas.

Meski demikian, bukan berarti ini akan menyurutkan tekat Partai Golkar untuk berkoalisi. Tidak, sebab segala kemungkinan bisa saja terjadi, dalam aspek hukum berpolitik. Begitu pun sebaliknya, pilihan untuk beroposisi mungkin juga bisa saja dilakukan dan ditempuh oleh Ical. Karena langkah ini bisa dianggap oleh Ical sebagai jalan alternative terbaik dalam proses penyelamatan eksebilitas dan kredibilitas Partai Golkar.

Namun, juga perlu diingat bahwa, pilihan untuk beroposisi juga sangat rawan sekali terhadap keberlangsungan masa depan Golkar nantinya. Pasalnya, citra negative atau tinta merah yang terlanjur membekas di tubuh Partai Golkar era Orde Baru (Orba) masih menjadi troma yang teramat pedih bagi masyarakat Indonesia. Terlebih mengingat, para elit-elit Golkar sendiri sampai sekarang, juga pernah terlilit kasus-kasus kejahatan yang besar. Sebut saja Surya Paloh dengan kasus kemancetan kredit Bank Mandiri serta kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Tommy terhadap Hakim Agung. Tidak hanya itu, kasus yang serupa juga dialami Ketua Umum tepilih 2009-2014 Aburizal Backrie dengan Lumpur Lapindo yang terkesan sangat jauh dari rasa keadilan masyarakat.

Akantetapi, terlepas kasus diatas, hal yang paling urgen untuk segera dilakukan oleh partai berlambang pohon beringin adalah secepat mungkin menstabilkan kondisi politik internal Golkar. Langkah ini penting guna membuka lembar catatan sejarah baru, demi masa depan Golkar ke depan.

Oleh: M. Romandhon MK*

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 

Partner campus jogja

ugm amikom uny uii

Partner campus jogja

uin suka akprind imago uty

Partner campus jogja

umy aajy usd upnyk