.::Pengumuman Hasil Try Out IMAGO Simultan Nasional 2015::.

Ramalan Paul Dan Petaka Der Panzer

imago.or.id - Paul seekor gurita berumur 2 tahun menjadi misteri tersendiri di sepanjang perjalanan Der Panzer julukan tim Jerman diperhelatan Piala Dunia Afrika Selatan 2010. Dikatakan misteri lantaran setiap ramalan yang dilontarkan Paul selalu tidak pernah meleset. Dapat disebut, semua prediksi Paul memiliki tingkat kebenaran 100 persen. Hal inilah yang menjadi sangat menarik di tengah paradigma masyarakat dunia yang katanya mengedepankn rasio, namun sisi lain masih tak bisa lepas dengan sebuah ramalan.

Sebagai contoh, akan keakuratan ramalan prediksi Paul adalah saat Jerman melawan Argentina. Dimana sekuat Argentina dibungkam oleh Jerman dengan skor 4-0. ini terbukti, bahwa ramalan Paul tidak meleset. Namun dalam perjalanannya tim Der Panzer berkiprah di Afrika, ramalan Paul atas pertandingan Jerman melawan Spanyol justru mengatakan jika Jerman akan kalah dari Spanyol. Fakta itu dibuktikan pada pertandingan Kamis (8/7) kemarin. Yakni Jerman benar-benar kalah ditangan Spanyol.

Lantas dengan ketepatan prediksi Paul tersebut bagaimana Jerman menghadapi “takdir” yang dibuat Paul? Ini yang sekiranya menjadi tanda sekaligus pertanda, jika ramalan Paul secara tidak langsung menjadi petaka bagi Jerman. Disaat ambisi Jerman ingin melaju ke final Piala Dunia 2010 tak disetujui Paul, si gurita peramal, yang lebih merestui Spanyol untuk meraih kemenangan pada semifinal Rabu dini hari lalu.

Paul gurita peramal milik Sea Life Aquarium, Oberhausen, barat Jerman, menjadi fenomena dalam beberapa pekan terakhir ini. Sebab, semua tebakannya tentang kiprah Der Panzer - julukan Jerman – di Piala Dunia 2010 selalu benar. Kini ia kembali membuktikan ramalannya dengan kalahnya Jerman dipertandingan semi final dalam memperebutkan tiket menuju final melawan Spanyol. Jerman ditaklukkan Spanyol 1-0.

Sungguh pun demikian, apakah sebegitu hebatnya ramalan Paul dalam menerawang gerak pesepak-bolaan Jerman? Dan akankah selamanya Jerman selalu dalam bayang-bayang ramalan Paul, si gurita peramal? Terkesan percayai pada ramalan Paul, sangatlah irasional. Namun, pada hakikatnya semua apa-apa yang telah diungkapkan menjadi benar. Ini artinya prediksi dari Paul si gurita peramal menjadi momok tersendiri bagi Jerman. Antara menguntungkan dan merugikan. Menguntungkan ketika Jerman diramalkan menang dan petaka saat Jerman dinyatakan kalah.

Pengaruh Psikologis


Ramalan Paul yang memprediksi Der Panzer kalah membuat publik Jerman riuh dan resah, antara menolak dan mengamini. Menolak karena tak ingin Bastian Schweinsteiger dan kawan-kawan tidak mencapai final. Mengamini, lantaran ramalan Paul tak pernah meleset. Entah benar atau tidak, penulis melihat bahwa kekalahan Jerman dilaga semi final dengan Spanyol bukan karena ketepatan si gurita peramal, melainkan lebih dipengaruhi phobia pemain Jerman dalam menangkap penetapan “takdir” Paul. Sigmund Freud pernah mengatakan ketakutan yang dimunculkan manusia secara berlebihan akan berdampak pada pengaruh psikologis manusia itu sendiri. Hal ini terlihat bagaimana saat berlangsungnya laga Jerman vs Spanyol, Bastian Schweinsteiger dan kawan-kawan bermain sangat hati-hati dan terlihat sangat canggung.

Tidak seperti laga-laga sebelumnya, permaianan bola yang taktis dan impresif tidak kelihatan di Jerman. Sebaliknya, pola permainan tertutup dan penuh kecanggungan begitu terasa, baik dilini depan dan belakang Jerman. Di mana umpan bola yang tidak akurat beberapa kali nampak terjadi. Sempat penulis, mempertanyakan mana permaianan bola der panzer yang cantik nan memukau itu? Dengan keadaan psikologis Jerman yang secara jelas begitu grogi, tanpa membuang-buang waktu, langsung dimanfaatkan David Villa dan kawan-kawan untuk menggempur dan membombardir jala yang dijaga Neuer.

Hasilnya pada pertengahan menit babak kedua, Spanyol mampu melepas kebuntuan. Berawal dari tendangan sepak pojok, kemudian disambut tandukan keras Puyol yang berlari ke arah gawang telah membobol jala kiper Jerman Neuer. Tandukan Puyol yang memabawa Spanyol unggul bagaikan sambaran petir di siang bolong bagi Jerman. Bastian Schweinsteiger dan kawan-kawan kian menciut. Lima menit berselang beberapa kali lini belakang Jerman dibuat kuwalahan dan kurat-karit oleh permainan Spanyol yang menekan dan impresif.

Meski pasca kemasukan Gol, Jerman sempat ingin memperlihat pola permainan menyerang dan bahkan peluang terciptanya gol juga ada, namun tetap saja kondisi psikologis yang merasa tertekan, tetap menjadi hambatan besar Jerman untuk bisa memenangi laga tersebut. Faktor riil yang menjadi kendala besar Jerman adalah terletak pada psikologis pemain. Ramalan Paul, si gurita peramal berubah menjadi kenyataan. Kita menjadi teringat kajadian yang menimpa Filsuf Yunani Socrates yang mengigau ketakutan lantaran memperoleh ramalan akan mati dalam keadaan mengenaskan.

Socretes yang terkenal sebagai orang yang men-tuhankan rasionalitas pun tak mampu berbuat apa-apa ketika mengahadapi sebuah ramalan, yang belum tentu benar kevaliditasannya. Apa yang dirasakan oleh Socrates di atas, kiranya juga menimpa pada diri tim sepakbola Jerman. Hal inilah kemudian memunculkan phobia di internal pemain Jerman. Walhasil, Jerman tak mampu memperlihatkan pola permaianan yang indah dan impresif, seperti waktu berlaga melawan Argentina (3/7) lalu. Sebaliknya, permaianan yang berhati-hati dan tidak lepas, menjelma momok yang mengakibatkan setiap gerak Jerman selalu mudah untuk dipatahkan oleh Spanyol.

Oleh : M. Romandhon MK* Esais dan Penggila Bola tinggal di Yogyakarta.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Yang menang jadi nya siapa?

Posting Komentar

 
 
 

Partner campus jogja

ugm amikom uny uii

Partner campus jogja

uin suka akprind imago uty

Partner campus jogja

umy aajy usd upnyk