.::Pengumuman Hasil Try Out IMAGO Simultan Nasional 2015::.

Gas Elpiji yang Penuh Tragedi

imago.or.id - Akhir-akhir ini, kita seolah telah dipaksakan untuk melihat tontonan yang membuat hati dan perasaan menjadi pilu. Bagaimana tidak, konversi bahan bakar dari minyak tanah ke tabung elpiji berubah menjadi menakutkan. Dalam sepekan terakhir, bisa disaksikan beberapa korban jiwa, baik yang meninggal maupun yang luka-luka akibat ledakan tabung elpiji. Belum lagi, ledakan elpiji juga banyak mengakibatkan kebakaran hebat yang memakan korban rumah dan pabrik. Jika dihitung-hitung secara meterial kerugian yang diakibatkan kasus-kasus ledakan elpiji sangatlah besar.

Dalam sepekan ini saja sedikitnya terjadi empat ledakan. Jumat (25/6) lalu, tabung gas isi 12 kg meledak dan mengakibatkan dapur Rumah Makan Lapo Amelia di Jalan Pramuka, Matraman, Jakarta Timur, rusak berat. Dua karyawan mengalami luka bakar cukup parah. Sehari sebelumnya terjadi dua ledakan akibat bocornya tabung gas isi 3 kg di Kelurahan Bungur, Senen, Jakarta, dan di Sempur, Kota Bogor. Lima rumah terbakar dan tiga orang terluka.

Pekan lalu (Jumat, 18/6), ledakan tabung gas menewaskan dua orang dan menghancurkan tiga rumah di Cilandak, Jakarta Selatan. Dengan demikian, dari Januari hingga Juni 2010 telah terjadi sedikitnya 19 kasus ledakan tabung elpiji yang menewaskan 15 orang, melukai 39 orang, dan merusakkan 55 rumah. Tabung elpiji sudah menjelma menjadi mesin pembunuh masyarakat. Ini karena inspeksi tidak pernah dilakukan. Pemerintah harus menghentikan itu segera. Sudah selayaknya pemerintah mulai berpikir jernih demi mencarikan solusi terbaik terhadap persoalan yang sebenarnya sangat kompleks ini.

Benarkah Keteledoran?

Ledakan akibat bocornya tabung elpiji sepertinya bagai bom waktu yang setiap saat bisa menjadi musibah. Tanpa diduga dan tanpa dinyana, fenomena tabung elpiji telah menjelma menjadi makhluk yang bernama tragedi. Sesungguhnya, petaka apa lagi yang harus diganjar oleh konversi minyak tanah ke elpiji ini? Salahkah jika menggunakan elpiji? Atau mungkinkah ini keteledoran pihak Pertamina yang mengabaikan kualitas dan standardisasi penggunaan elpiji?

Dalam hal ini sangat kurang bijak jika pemerintah melulu berdebat mencari siapa yang salah dan siapa yang harus bertanggung-jawab. Pasalnya perdebatan dari masing-masing individu sejatinya hanya mengedepankan apologinya, dan sesuai konteks ini, belum tentu perdebatan itu akan mampu menyelesaikan masalah. Sebaliknya, justru keruwetan kasus tragedi ledakan tabung elpiji akan makin rumit dan membingungkan. Lantas akankah pemerintah hanya mampu berbuat diam seribu bahasa, ketika hari demi hari tragedi memilukan ledakan tabung elpiji kian memperbanyak tumbal?

Inilah yang sekiranya perlu kita refleksikan bersama. Di mana melalui momen perefleksian kali ini, pemerintah harus mencoba menguraikan satu per satu dari rentetan peristiwa naas ini. Memang, tak bisa disangkal dan dimungkiri bahwasanya keterkaitan serta keterlibatan pihak Pertamina akan maraknya ledakan tabung gas sebenarnya memiliki andil yang cukup besar. Karena dalam ranah ini, penyedian bahan bakar elpiji sepenuhnya yang menyuplai adalah pihak Pertamina. Jadi masuk akal kalau Pertamina di sini perlu melakukan semacam koreksi internal. Secara etika-moral mau tak mau pihak Pertamina harus mau bertanggung jawab.

Setidaknya ini sebagai bentuk respek yang harus ditunjukkan oleh Pertamina. Akan tetapi bukan lantas pemerintah dan Pertamina menyepelekan dan meremehkan tragedi ledakan tabung elpiji. Ini artinya, sikap serta langkah dari pihak yang memiliki kewenangan tersebut semata tidak hanya memburu batasan legal formal. Lebih dari itu, tanggung jawab secara psikologis dan moral harus benar-benar berangkat dari kesungguhan akan penuntasan masalah.

Terlepas dari mana ledakan itu muncul, sangat naif jika publik mengabaikan sebuah kausalitas fenomena ledakan tabung gas. Mengacu pada analisis temporal, banyak kemungkinan yang mengindikasikan hal itu. Misalkan, bisa saja ledakan berasal dari bocornya karet penutup selang tabung, atau bisa juga karena suhu ruangan yang terlalu panas, dan mungkin pula karena sudah tak layak pakainya tabung gas tersebut. Berbagai kemungkinan itulah yang sepantasnya layak dijadikan sebagai landasan atau acuan pemerintah dalam menguak tragedi berdarah ledakan elpiji.

Terkait dengan itu, sudah menjadi kewajiban jika pemerintah bekerja sama dengan Bareskrim Polri harus menyisir komponen tabung elpiji 3 kilogram yang tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Pemerintah juga harus memperhatikan peningkatan sosialisasi penggunaan elpiji kepada masyarakat. Hal ini juga tak lepas dari kian meningkatnya cap SNI palsu di tabung elpiji yang beredar.

Pertanyaannya, mengapa semuanya itu bisa terjadi, bahkan menjamur dengan subur? Beredarnya segel palsu yang diimpor dari Cina lalu dicap SNI di Indonesia merupakan sebuah ironi yang berujung pada tragedi. Cap SNI palsu juga digunakan untuk mengecap regulator dan selang. Lantas, benarkah ini murni keteledoran?

29 Juni 2010 | Bali Post
Oleh : M. Romandhon MK, pemerhati sosial dan aktivis Lembah Kajian Peradaban Bangsa (LKPB), Yogyakarta

9 komentar:

Black Hawk mengatakan...

sbobet haii

Black Hawk mengatakan...

Posting yang sangat baik, dewa tangkas

Black Hawk mengatakan...

taruhan bola terima kasih atas infonya

Black Hawk mengatakan...

togel hari ini Aku terkesan, saya harus mengatakan. Sangat jarang saya menemukan sebuah blog yang informatif dan menghibur

Black Hawk mengatakan...

vegas88.asia saya benar-benar terkesan dengan blog ini.

Black Hawk mengatakan...

bokeps.com terus berbagi ya !

Black Hawk mengatakan...

bokeps Terima kasih atas posting ini

Black Hawk mengatakan...

Web Hosting infomasi yang anda berikan sangat keren

Black Hawk mengatakan...

portalgames informasi yang anda berika sangat berguna. Terima kasih telah berbagi

Posting Komentar

 
 
 

Partner campus jogja

ugm amikom uny uii

Partner campus jogja

uin suka akprind imago uty

Partner campus jogja

umy aajy usd upnyk