.::Pengumuman Hasil Try Out IMAGO Simultan Nasional 2015::.

IMAGO Untuk Bojonegoro, Keluarga, Ormada dan Dedikasi (Sebuah Renungan Pasca Kongres 2011)

imago.or.id - Banyak kita jumpai perkumpulan atau paguyuban pemuda yang mewadahi mereka berdasarkan identitas atau kepentingan tertentu. Perkumpulan mahasiswa ini seringkali mengusung sebuah platform bertajuk "IDEALISME" yang menjadi ruh dan semangat juang mereka untuk mengawal perubahan. Bagi mereka yang serius memegang semangat perubahan, idealisme sebagai mahasiswa hanya akan menjadi sebuah angan-angan dan kegelisahan jika tidak disertai keinginan untuk mencari celah perwuju dan tatkala melihat realita yang ada. 

Posisi sebagai mahasiswa secara ekspresif dinyatakan sebagai simbol perubahan sehingga mereka dapat mengambil peluang sekaligus tantangan dalam konteks pembangunan sosial masyarakat. Terlebih dalam isu desentralisasi yang akhir-akhir ini menjadi Concern (perhatian) berbagai kalangan, identitas mahasiswa pun dapat mengambil peran dalam berbagai hal. Semangat dan idealisme perubahan ini dikonstruksikan para mahasiswa dalam sebuah wadah bernama organisasi mahasiswa daerah (ormada). Keberadaan ormada pun pada akhirnya menemui signifikansi ketika suatu daerah tengah menghadapi tantangan globalisasi dan desentralisasi. Peran mereka, meskipun belum terkosentrasi secara masif dan saling bersinergi dalam pergerakannya, setidaknya dapat memberikan wacana baru dalam pembangunan daerah.

Katakanlah dalam momentum desentralisasi, masing-masing daerah diberi wewenang untuk dapat membangun dirinya sendiri terlebih untuk melibatkan potensi masyarakat di dalamnya. Pentingnya partisipasi tersebut adalah karena masyarakat dianggap banyak mengetahui akan potensi dirinya dan mengaspirasikan bagaimana seharusnya proses pembangunan berjalan sesuai kebutuhan mereka. Dari sini terlihat pentingnya pemetaan aktor yang mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan, termasuk mahasiswa. Isu tersebut akan lebih menarik manakala dikontekstualisasikan dengan kondisi riil di daerah kita Bojonegoro. 

Jika kita cermati di Bojonegoro, masih banyak paradoks yang terjadi dalam menghadapi momentum desentralisasi. Bahkan, pengaruh global dengan mudah akan menelusup ke celah-celah masyarakat lokal sehingga kultur tradisional perlahan akan digantikan oleh budaya-budaya modern baik dalam sarana fisik maupun pola pikir masyarakatnya. Berbagai isu dan permasalahan pun mengikuti serangkaian perubahan tersebut. Hal ini memang sangat rumit jika harus dihadapi saat ini, tetapi tantangan terberatnya adalah di masa mendatang yaitu dimana kita para mahasiswa menjadi pemegang kekuasaan dan pelaku pembangunan. 

Kemudian, isu ini akan mempengaruhi posisi kita sebagai mahasiswa, terlebih yang secara ekspresif menyebutnya sebagai satu kesatuan dalam organisasi mahasiswa daerah (ormada). Awalnya, posisi ormada hanya dilihat sebatas fungsi kekeluargaan. Ormada seringkali diartikan secara sempit sebagai kesatuan "keluarga" yang menampung mahasiswa dari asal daerah yang sama. Posisi ormada dalam artian "keluarga" ini memang dianggap penting karena menjadi representasi dari orang-orang terdekat kita di perantauan. 

Dalam konteks ini, IMAGO sebagai "keluarga" pun mendapat kepercayaan yang besar dari para anggotanya, dengan ekspektasi bahwa mahasiswa dari Bojonegoro dapat bersama membangun solidaritas dan saling memotivasi dalam kegiatan akademisnya. Rasa keterikatan ini selanjutnya menimbulkan suatu modal sosial antar mahasiswa asli Bojonegoro yang ada di Yogyakarta yang dilandasi oleh Sense Of Belonging (rasa memiliki)

Namun dalam perkembangannya, semangat kedaerahan yang diusung dalam keluarga IMAGO sangat disayangkan jika tidak dioptimalkan dalam konteks partisipasi untuk pembangunan daerah. Berawal dari semangat ini lah, IMAGO tidak hanya cukup dipandang sebagai "keluarga", tetapi juga sebagai ormada yang mampu memberikan dedikasi untuk masyarakat khususnya Bojonegoro.

Peran apa yang dapat kita mainkan?

Dalam konteks tersebut, IMAGO sebagai organisasi mahasiswa daerah (ormada) mencoba untuk memotret celah-celah yang memungkinkan untuk dapat berpartisipasi. Kita dapat mengambil langkah yang paling sederhana katakanlah dalam level 3D (Discourse, Discussion, and Do Something).

Langkah pertama
adalah Discourse (diskursus). Kita dapat berpartisipasi dengan kritis terhadap yang terjadi di masyarakat. Apa dan bagaimana diskursus itu? Diskursus ini dapat dikatakan sebagai pewacanaan yaitu isu-isu penting yang dikonstruksikan secara sosial. Dalam konteks desentralisasi yang kita angkat di awal, diskursus yang kini tengah diutamakan oleh masyarakat adalah soal Development dan Governance. Dapat dikatakan kedua diskursus tersebut cukup relevan untuk menjadi bahan kajian publik di Bojonegoro terutama oleh generasi muda. Anggota IMAGO perlu untuk memahami atau setidaknya tahu tentang segala isu yang berhubungan dengan development di Bojonegoro. 

Dalam satu kasus misalnya, masuknya Exxon Mobil untuk mengeksplorasi tambang minyak di Bojonegoro tentunya berimplikasi pada peningkatan pembangunan daerah. Bahkan sedikit banyak secara positif dapat membantu program pembangunan sosial berupa perbaikan sarana prasarana fisik maupun pembangunan kualitas manusia dari aktivitas CSR (corporate social responsibility) perusahaan. 

Namun, yang menjadi paradoks adalah kemajuan pembangunan menimbulkan efek samping berupa  masalah lingkungan, sosial, maupun ekonomi. Dari segi lingkungan misalnya, data dari pengamat iklim Singapura menyebutkan bahwa kota Bojonegoro menempati posisi ke 131 dari peringkat 132 kota di Indonesia yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Hal ini tentu dapat kita asumsikan sebagai akibat menipisnya jumlah hutan di Bojonegoro ditambah aktivitas perminyakan yang diduga banyak berkontribusi terhadap peningkatan emisi karbon di atmosfer. Belum lagi masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat sekitar ladang minyak yang mendapat dampak oleh polusi dan gas beracun hasil dari pipa penyulingan. 

Dan dari segi ekonomi misalnya, masuknya aktivitas pertambangan minyak semakin mengurangi luas lahan pertanian sehingga banyak petani yang menurun produktivitasnya akibat kehilangan sawahnya yang dikonversi menjadi fasilitas kilang minyak. Padahal selama ini kita ketahui bahwa Bojonegoro memiliki banyak potensi pertanian. Ditambah sebagian besar masyarakat yang berprofesi sebagai petani masih menggantungkan hidupnya pada lahan. Kemana petani menggantungkan hidupnya setelah lahannya berkurang dan produktivitasnya menurun? Selanjutnya dalam potensi Bojonegoro yang melimpah dalam petanian, pertambangan, minyak dan kekayaan alam lainnya. Dirasa masih disia-siakan karena tidak banyak masyarakat yang mampu mengakses potensi tersebut untuk kesejahteraan mereka. Dalam hal ini kemudian keberadaan good governance menjadi penting. Kita sebagai mahasiswa pun dapat berpartisipasi untuk mewujudkan good governance tersebut dengan potensi dari masing-masing disiplin ilmu yang kita miliki untuk memahami dan mengidentifikasi apa yang sebenarnya menjadi permasalahan Bojonegoro.

Langkah kedua adalah Discuss (diskusi). Inilah yang menjadi kekuatan intelektual mahasiswa. Dari isu-isu yang telah dirancang dan diwacanakan tersebut, maka selanjutnya kita diskusikan. Kita rangkul segenap masyarakat, pelajar, LSM, akademisi, bahkan birokrasi untuk mendiskusikan dan mencari solusi atas permasalahan sosial yang ada. Sarana diskusi ini selain membudayakan berpikir kritis untuk mahasiswa, juga sangat penting untuk menjaring aspirasi dari berbagai sudut pandang.

Langkah ketiga adalah Do Something (Lakukan Sesuatu). Langkah ini merupakan ujung tombak dari aktivitas intelektual yang telah kita lakukan yaitu aksi konkret dengan bekerjasama dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Namun permasalahannya, bagaimana merancang aksi yang konkret sebagai wujud dedikasi IMAGO untuk Bojonegoro? Bagaimana menyatukan segala potensi IMAGO yang bervariasi secara interdisipliner? Dan bagaimana menghimpun modal sosial ormada dan mensinergiskannya dengan potensi yang dimiliki masyarakat? Beberapa hal tersebut mendorong IMAGO perlu mendapat pengetahuan dan pengarahan dari publik termasuk dari beliau-beliau yang sudah berpengalaman untuk menularkan ilmunya kepada para mahasiswa Bojonegoro. Karena dalam tataran praksis kami menyadari bahwa seringkali realita akan berbeda dari yang diharapkan (idealita) sehingga perlu lebih banyak bertanya dan menimba ilmu.

Kami memohon agar Bapak bersedia membagi pengalaman dan ilmu kepada kami para mahasiswa agar mampu membuat aksi dan dedikasi yang lebih bermanfaat bagi Bojonegoro khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Oleh : Defirentia One M. (Divisi Kajian dan Keilmuan IMAGO 2010-2011)

Referensi :
[1] Victor R. Savage, Environmental Management. Dipresentasikan dalam kuliah "Seminar on the Environment", Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, UGM, 21 februari 2011.
(2) Divisi Kajian dan Keilmuan IMAGO, “Sudahkah Anda Paham Tentang Peran Mahasiswa Daerah?” (Bojonegoro : IMAGO, 2010)

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 

Partner campus jogja

ugm amikom uny uii

Partner campus jogja

uin suka akprind imago uty

Partner campus jogja

umy aajy usd upnyk